Setelah berakhirnya Perang Dunia II yang dimenangkan oleh Sekutu dan Proklamasi Kemerdekaan yang kumandangkan oleh Ir. Soekarno tanggal 17 Agustus 1945, Inggris dan Belanda menandatangani Civil Affairs Agreement (CAA) di London 24 Agustus 1945 yang berisi perjanjian pengembalian kekuasan Belanda atas Hindia Belanda (Indonesia), dan untuk kepentingan itu komandan South East Asia Command (SEAC) Laksamana Madya Lord Louis Mountbatten membentuk Allied Force Netherland East Indies (AFNEI) untuk menjalankan misi pelucutan tentara Jepang di wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku oleh Australia dibawah pimpinan Brigadir Jenderal Albert Thomas Blamey dan di pulau Jawa serta Sumatera oleh Inggris yang dipimpin Letjend Sir Philip Chistison
8 September 1945 SEAC menugaskan 7 (tujuh) perwira Sekutu yang di Pimpin Mayor A.G Greenhalgh sebagai Intelejen untuk mencari informasi dari Pemerintah Indonesia dan Jepang mengenai situasi dan kondisi pasca menyerahnya Jepang kepada Sekutu, berdasar hasil dari laporan Intelejen tersebut maka mendaratlah pasukan AFNEI pada tanggal 16-29 September 1945 yang membawa Divisi ke-5, 23 dan 26 India (GURKHA) serta pasukan Belanda/NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang di pimpin oleh Dr. H. J. Van Mook dan wakilnya CH. O. Van Der Plas.
Situasi politik dan keamanan yang tidak menentu setelah Perang Dunia ke-II serta kedatangan pasukan Sekutu (AFNEI) yang membawa serta Belanda (NICA) dan pasukan lainya, menjadi awal Revolusi Kemerdekaan (Perang Kemerdekaan) di Indonesia dengan terjadinya pertempuran-pertempuran di berbagai daerah dalam rangka mempertahan Kemerdekaan, dimana salahsatu pertempurannya tersebut terjadi di Desa Bojongkokosan, Kecamatan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, pada tanggal 9 Desember 1945, yang menjadi catatan penting dalam Sejarah Dunia, terutama bagi Sekutu (Inggris dan Belanda), disebut dengan “Pertempuran/Peristiwa Bojongkokosan” atau dikenal dengan berbagai istilah lainya seperti :
- THE FIGTHING COCK, dari buku terbitan tahun 1951 “The Figthing Cock : Being the History of the 23rd Indian Division, 1942-1947” disusun oleh A. J. F. Doulton, seorang mantan Letan Kolonel yang pernah bertugas di Divisi India (Belanda) dan buku ini menjadi referensi bagi para penulis tentang masa Perang Kemerdekan/Revolusi Kemerdekan 1945-1949 di Indonesia, termasuk menjadi salahsatu referensi pendirian Museum Palagan Perjuangan 1945 Bojongkokosan di Kabupaten Sukabumi – Jawa Barat.
- MEMUKUL ULAR BERBISA, dari buku terbitan tahun 1997 “Pertempuran Konvoy Sukabumi – Cianjur 1945-1946” yang disusun oleh Drs. Yoseph Iskandar, Drs. Dedi Kusnadi, Drs. Jajang Suryani bersama Alm. Let. Kol. (Purn.) Edi Sukardi (Ex. Komandan Resimen III Sukabumi 1945), 5 tahun setelah Bpk. Edi Sukardi dan para Veteran Perang Kemerdekaan lainya meresmikan Museum Palagan Perjuangan 1945 Bojongkokosan.
- PERANG KONVOY, dari buku terbitan tahun 2016 “Perang Konvoy Sukabumi – Cianjur 1945-1946” yang disusun oleh Drs. Yoseph Iskandar, Drs. Dedi Kusnadi, Drs. Jajang Suryani , 2 (dua) tahun setelah meninggalnya Alm. Let. Kol. (Purn.) Edi Sukardi (Ex. Komandan Resimen III Sukabumi 1945)
- PERANG PANJANG BOSUCI dari Naskah Kajian tahun 2020 “Perang Panjang Bogor–Sukabumi–Cianjur BOSUCI” “Peristiwa Bojongkokosan The Untold Story” yang disusun oleh Irman Firmansyah S.Sos, MM., Gilang Permadi, SS. Dan Wawan Suwandi, yang bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga (DISBUDPORA) Kabupaten Sukabumi, yang akan menjadi buku sejarah Peristiwa Bojongkokosan dengan sudut pandang berbeda, di kaitkan dengan berbagai peristiwa penting dan belum terceritakan dalam buku-buku sejarah Peristiwa Bojongkokosan sebelumnya.
Sukabumi, 9 Desember 1945 Konvoy pasukan Sekutu batalyon5/9 Jats dari Divisi ke-23 India dan NICA (Belanda) yang bertujuan untuk membuat kantung-kantung pertahanan dan menguasai wilayah Sukabumi, Jawa Barat, dan Pulau Jawa, bergerak dari Jakarta menuju ke Bandung melalui jalur Bogor-Sukabumi-Cianjur (BOSUCI), dengan peralatan tempur lengkap seperti tank sherman, tank stuart, panser wagon, bren Carriers, dan ± 150 truk mengangkut perbekalan serta tentara-tentara elit yang berpengalaman dalam Perang Dunia Ke-II.
Atas perintah Komandemen Jawa Barat Mayjend. Didi Kartasasmita, Resimen III TKR Sukabumi yang di pimpin oleh Letkol. Edi Sukardi membuat herdilokasi dengan menempatkan Batalion I dipimpin Mayor Yahya Bahram Rangkuti (Ciawi-Cigombong-Cibadak), Batalion II dipimpin Mayor Harry Sukardi (Cibadak- batas Kota Sukabumi), Batalion III dipimpin Kapten Anwar (Gekbrong-Ciranjang-Cianjur), Batalion IV dipimpin Mayor Abdulrachman (Kota Sukabumi-Gekbrong), di bantu oleh Organisasi kemasyarakatan seperti Hisbullah , Sabilillah, Barisan Banteng, BarisanPemuda Proletar, Laskar PRD, KRIS, Pesindo, para santri dari berbagai pesantren, dan masyarakat Sukabumi.
Konvoy Pasukan Sekutu yang panjangnya ± 12 km (di ibarat “Ular Berbisa” oleh Letkol. Eddie Soekardi) memasuki area Killing Ground yaitu celah sempit diantara 2 (dua) bukit Bojongkokosan terhenti karena terhalang oleh batang-batang pohon dan ketika tank Sherman mencoba mendorongnya terjadi ledakan akibat mengenai ranjau darat, pada saat itulah Pasukan TKR dengan taktik “Hit and Run” dibantu oleh Kelaskaran/Organisasi dan Masyarakat menyerang Konvoy tersebut mulai dari kepalanya hingga ujung ekornya yang berada di Cigombong dengan hanya menggunakan peralatan tempur sederhana, seperti bom molotov, bambu runcing, golok, tombak, panah, ketapel, granat, dan senjata- senjata hasil rampasan perang seperti samurai, pedang, senapan lee enfield, senapan Arisaka, pistol luger, stand gun, garand dan senjata lain nya.
PERANG PANJANG BOGOR-SUKABUMI-CIANJUR (BOSUCI)
SEJARAH PERISTIWA PERTEMPURAN BOJONGKOKOSAN